Kamis, 04 Februari 2010

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PERTAMBANGAN
Warid Nurdiansyah

I. Pendahuluan
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Pada tahun 2008, pertambangan umum memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar 42.655,46 miliar rupiah yang berasal dari pajak pertambangan umum sebesar 30.080,26 milliar rupiah dan PNBP Pertambangan Umum sebesar 12.575,20 milliar rupiah. Nilai investasi pertambangan umum juga terus meningkat. Pada tahun 2008, nilai investasi pertambangan umum tercatat sebesar 1.654,5 juta US$ dari yang sebelumnya hanya sebesar 1.252,8 juta US$ pada tahun 2007.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.

II. Pengelolaan K3 Pertambangan
Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan. Pengelolaan tersebut didasarkan pada peraturan sebagai berikut:
1. UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2. UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
3. UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas bumi
4. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
6. PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
7. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Kota
8. PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang Pertambangan
9. Permen No.06.P Tahun 1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik Migas dan Panas Bumi
10. Permen No.02 P. Tahun 1990 tentang Keselamatan Kerja Panas Bumi
11. Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum
12. Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.

Elemen pemerintah dalam pengelolaan K3 pertambangan terdiri atas:
1. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang / Inspektur Tambang
Adalah Kepala dari Pelaksana Inpeksi Tambang / Inspektur Tambang dalam hal ini dijabat oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Kepala Dinas ESDM di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) / Inspektur Tambang (IT)
PIT adalah aparat pengawas pelaksanaan peraturan K3 di lingkungan pertambangan umum (Pasal 1, Kepmen No. 555.K Tahun 1995) baik di Pusat maupun Daerah.
IT adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan inspeksi tambang (Pasal 1, Keputusan Bersama Menteri ESDM dan Kepala BKN No. 1247 K/70/MEM/2002 dan No. 17 Tahun 2002) baik di Pusat maupun Daerah.
3. Buku Tambang
Adalah buku catatan yang memuat larangan, perintah dan petunjuk PIT yang wajib dilaksanakan Kepala Teknik Tambang (KTT) (Pasal 1, Kepmen No.555. K Tahun 1995).


Sedangkan elemen perusahaan dalam pengelolaan K3 pertambangan terdiri atas:
1. Kepala Teknik Tambang (KTT)
Adalah seseorang yang jabatannya tertinggi di Job Site untuk memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan K3 pada suatu kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya (Pasal 1, Kepmen No. 555.K Tahun 1995).
2. Organisasi dan Personil K3
3. Program K3
4. Anggaran dan Biaya
5. Dokumen dan laporan K3

III. Pengawasan Pertambangan
Berdasarkan Pasal 140 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, pengawasan pertambangan mineral dan batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi administarasi/tata laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan pelaksanaan program pengelolaan usaha pertambangan.
Menteri dapat melimpahkan kepada Gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota (Pasal 140 Ayat 2).
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK (Pasal 140 Ayat 3).
Berdasarkan Pasal 141 Ayat 1, hal yang menjadi aspek pengawasan adalah:
a. teknis pertambangan,
b. pemasaran,
c. keuangan,
d. pengelolaan data mineral dan batubara,
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara,
f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan,
g. keselamatan operasi pertambangan,
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang,
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri,
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan,
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat,
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan,
m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum,
n. pengelolaan IUP atau IUPK, dan
o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Pengawasan terhadap huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 141 Ayat 2).

IV. Pengawasan K3 dan Keselamatan Operasi Pertambangan
Pengawasan K3 Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menghindari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Ruang lingkup K3 pertambangan meliputi:
1. Keselamatan kerja,
Yang dimaksud keselamatan kerja antara lain berupa:
a. Manajemen risiko,
b. Program keselamatan kerja,
c. Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja,
d. Administrasi keselamatan kerja,
e. Manajemen keadaan darurat,
f. Inspeksi dan Audit keselamatan kerja,
g. Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.
2. Kesehatan kerja,
Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:
a. Program kesehatan kerja
b. Pemeriksaan kesehatan pekerja,
c. Pencegahan penyakit akibat kerja,
d. Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja
e. Hiegiene dan sanitasi,
f. Pengelolaan makanan, minuman dan gizi kerja,
g. Ergonomis.
3. Lingkungan Kerja,
Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:
a. Pengendalian debu,
b. Pengendalian kebisingan,
c. Pengendalian getaran,
d. Pencahayaan,
e. Kualitas udara kerja (kuantitas dan kualitas)
f. Pengendalian radiasi
g. House keeping.
4. Sistem Manajemen K3.

Sedangkan pengawasan Keselamatan Operasi Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menciptakan kegiatan operasi pertambangan yang aman dan selamat. Ruang lingkup Keselamatan Operasi Pertambangan meliputi:
1. Evaluasi laporan hasil kajian,
2. Pemenuhan standardisasi instalasi,
3. Pengamanan instalasi,
4. Kelayakan sarana, prasarana dan instalasi peralatan pertambangan
5. Kompetensi tenaga teknik.

Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan dilaksanakan dalam bentuk:
a. Pengawasan Administratif
Pengawasan administratif meliputi:
1. Bahan peledak (Format IVi / Rekomendasi)
2. Laporan kecelakaan (Format IIIi; Vi; Vii; VIIi; VIIIi; IXi)
3. Peralatan (dokumen untuk perijinan)
4. Persetujuan (dokumen kajian, tinggi jenjang, ventilasi, penyanggaan, dan lain-lain)
5. Laporan pelaksanaan program K3 (Triwulan)
6. Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL)
b. Pengawasan Operasional / Lapangan
Pengawasan operasional / lapangan meliputi:
1. Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Inspeksi dilaksanakan oleh PIT/IT dengan berkoordinasi dengan pengawas pusat dan daerah berdasarkan prosedur tetap dan KTT diposisikan sebagai mitra. Contoh objek yang diinspeksi antara lain area penambangan, haul road, perbengkelan, pabrik, pengolahan, pelabuhan, fasilitas dan instalasi lainnya.
2. Pemeriksaan / Penyelidikan Kecelakaan
3. Pemeriksaan / Penyelidikan Kejadian Berbahaya
4. Pengujian Kelayakan Sarana dan Peralatan
5. Pengujian Kondisi Lingkungan Kerja
c. Pengujian kelayakan peralatan, sarana dan instalasi
Pengujian peralatan sarana dan instalasi meliputi:
1. Sistem Ventilasi,
2. Sistem Penyanggaan,
3. Kestabilan Lereng,
4. Gudang Bahan Peledak
5. Penimbunan Bahan Bakar Cair
6. Kapal Keruk
7. Kapal Isap
8. Alat Angkut Orang, Barang, dan Material
9. Alat Angkat
10. Bejana Bertekanan
11. Instalasi Pipa
12. Pressure Safety Valve
13. Peralatan Listrik
d. Pengujian/penilaian kompetensi
Pengujian/penilaian kompetensi meliputi;
1. Penilaian kompetensi calon Kepala Teknik Tambang
2. Pengujian kompetensi Juru Ledak
3. Pengujian Kompetensi Juru Ukur
4. Pengujian Kompetensi Pengawas Operasional (POP; POM; POU)
5. Pengujian Kompetensi Juru Las (bekerja sama dengan pihak ke-3)
6. Pengujian Kompetensi Operator alat angkat (bekerja sama dengan pihak ke-3)

Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Desentralisasi).
Upaya dekonsentrasi pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi antara lain:
a. Melakukan supervisi terhadap pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota :
1. Hasil Inspeksi
2. Hasil investigasi kecelakaan/kejadian berbahaya
3. Proses perizinan
4. Rekomendasi
b. Melakukan inventarisasi terhadap:
1. Statistik Kecelakaan
2. Pembelian dan Penggunaan dan stok bahan peledak
3. Jumlah dan jenis perizinan

Sedangkan upaya desentralisasi pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain:
a. Kabupaten/kota melakukan pengawasan sesuai kewenangan sebagai daerah otonom
b. Berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku serta juklak dan juknis yang ditetapkan oleh pemerintah
c. Investigasi bersama daerah dan pusat untuk kecelakaan berakibat mati

V. Pembinaan K3 dan Keselamatan Operasi Pertambangan
Berdasarkan Pasal 139 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Oleh karena itu, pembinaan K3 dan keselamatan operasi yang diberikan kepada aparat Dinas ESDM Provinsi, Kabupaten/Kota antara lain:
a. Pemberian pedoman, standard pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan
b. Inspeksi bersama aparat dinas daerah dan pusat
c. Pemberian bimbingan dan konsultasi
d. Pendidikan dan pelatihan
Selain itu, berdasarkan Pasal 139 Ayat 4, UU No. 4 Tahun 2009, menteri, gubenur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya bertanggungjawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Oleh karena itu, pembinaan K3 dan keselamatan operasi yang diberikan kepada pemegang IUP, IPK dan IUPK antara lain:
a. Pemberian pedoman, standard pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan
b. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi
c. Pendidikan dan pelatihan

Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa Inspektur Tambang memiliki peran yang sangat vital dalam pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap inspektur tambang adalah hal yang mutlak harus dilaksanakan. Pembinaan yang dilakukan terhadap inspektur tambang antara lain:
1. Diklat Pra Jabatan IT
Merupakan pembinaan yang dilakukan sebagai syarat pengangkatan untuk menjadi IT, antara lain:
a. Diklat Pengawas Pengusahaan Pertambangan bagi Aparat Dinas Pertambangan
b. Diklat Praktik Pelaksana Inspeksi Tambang
2. Diklat Dalam Jabatan IT
Merupakan pembinaan yang dilakukan setelah dan saat menjadi IT, antara lain:
a. Diklat ke luar negeri kerjasama dengan pihak luar, seperti Diklat K3 Tambang Dalam di Tambang Ikheshima Jepang, kerjasama dengan J-Coal
b. In house training kerjasama dengan pihak luar, seperti J-Coal, Teknik Tambang ITB, dan lain - lain.
c. Magang di perusahaan tambang

VI. Sistem Manajemen K3
Dalam rangka menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif diperlukan suatu Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 berdasarkan Permenaker No. Per.05/1996 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaiatan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yanag aman, efisien dan produktif.
Ruang lingkup dari Sistem Manajemen K3 bervariasi tergantung pada perusahaan, negara dan faktor lokal. Secara umum, Sistem Manajemen K3 mensyaratkan:
• Adanya suatu Kebijakan K3
• Struktur organisasi untuk menerapkan kebijakan di atas
• Program implementasi
• Metode untuk mengevaluasi keberhasilan penerapan dan adanya umpan balik
• Rencana tindakan perbaikan untuk peningkatan secara berkesinambungan.

Sistem Manajemen K3 juga harus diterapkan dalam pertambangan, baik dalam tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Penerapan Sistem Manajemen K3 tersebut harus mengacu kepada Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum.

Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem manajemen tersebut. Oleh karena itu, elemen pertama dan memegang peran yang sangat penting adalah manajemen puncak harus menyatakan kebijakan dan komitmennya terhadap K3. Kemudian, untuk kepentingan operasional maka disusun peraturan K3 perusahaan.

Untuk penerapan kebijakan K3 maka diperlukan beberapa hal yang masuk dalam elemen organizing, yaitu Kepala Teknik Tambang, Pengawas Operasional / Teknis, Komite K3, Buku Tambang, pelatihan, dan tim tanggap darurat. Mengingat skala risiko dan karakteristik tambang bawah tanah, maka elemen organizing pada Sistem Manajemen K3 Tambang Bawah Tanah ditambah dengan Kepala Tambang Bawah Tanah, Buku Derek, Buku Kawat, Buku Catatan Ventilasi dan Penyanggaan.
Elemen selanjutnya dalam Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah Planning and Implementation yang terdiri atas Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL) / Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) / Rencana Jangka Panjang; Program K3; JSA dan SOP. Nilai lebih Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah perencanaan yang dibuat oleh perusahaan tambang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Setiap tahun perusahaan pertambangan harus menyampaiakn dan mempresentasikan RKTTL dan RKAB di depan pemerintah. RKTTL dan RKAB baru bisa dijalankan dan menjadi acuan setelah disetujui oleh pemerintah.
Sebagai upaya pemantauan dan pengukuran kinerja dan penerapan K3 di perusahaan maka diperlukan evaluasi. Elemen evaluation terdiri atas pemantauan lingkungan kerja, seperti debu, pencahayaan, getaran, iklim kerja, curah hujan, dan untuk tambang bawah tanah yakni penyanggaan, ventilasi, drainase, dll; pemantaun proses kerja seperti peledakan, pengangkutan, dll; investigasi kecelakaan; inspeksi dan audit.
Sistem Manajemen K3 yang merupakan sebuah system dengan siklus tertutup memiliki sebuah karakteristik utama yaitu keharusan adanya perbaikan yang berkelanjutan secara terus menerus (continous improvement). Oleh karena itu, elemen terakhir Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah adanya action for improvement dimana harus ada peningkatan kinerja dan budaya K3.

VII. Risiko dan Kerugian Akibat Terhentinya Operasional
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Top risk yang ada di tambang terbuka secara umum adalah:
• Longsor
• Interaksi anatar Light Vehicle & Dump Truck
• Interaksi antara kendaraan ringan dan peralatan bergerak
• Loading dan Dumping
• Pembersihan bagian tepi bench
• Penanganan kabel shovel elektrik dan drill
• Pemindahan drill jarak jauh
• Blasting, fly rock, vibration, dan air blast
• Pengangkatan dan Pendongkrakan
• Sumber-sumber energi berbahaya
• Bekerja di ketinggian
• Permesinan dan peralatan


Sedangkan top risk yang ada di tambang bawah tanah secara umum adalah:
• Pekerjaan high bomb di draw point
• Pemasangan steel sets
• Pekerjaan penarikan ore
• Pekerjaan mengebor dengan jack leg
• Kejatuhan batu
• Pekerjaan diamond drill
• Pengambilan ore basah dari draw point
• Pekerjaan yang membutuhkan LOTO
• Falling from high elevation
• Mengganti belt conveyor, liner feeder
• Kebakaran tambang dalam
• Runtuhnya panel
• Peledakan pada chute yang menggantung
• Pejalan kaki didaerah truck haulage
• Bahaya jatuh pada pekerjaan alimak raise
• Terjepit dan terpukul oleh sesuatu
• Bekerja disekitar lubang bukaan
• Pekerjaan pemasangan alimak raise climber
• Pemasangan pipa air dan angin
• Bahaya batu terbang disekitar feeder

Risiko – risiko tersebut apabila tidak dikelola dan dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan kecelakaan, penyakit akibat kerja, kejadian berbahaya, atau terhentinya proses operasional yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar.


Sebagai gambaran, kerugian yang harus ditanggung jika sebuah mill tidak beroperasi adalah sebesar US$ 420.000 – 830.000 /jam. Kerugian jika sebuah kapal keruk tidak beroperasi selama sejam adalah sebesar US$ 208 – 625. Sedangkan untuk BWE, jika satu jam tidak beropoperasi maka akan menyebabkan kerugian sebesar US$ 1186,8 / jam.






Selanjutnya, jika sebuah Shovel PH 4100 tidak beroperasi maka akan mengakibatkan kerugian sebesar US$ 5.247/ jam dan mengakibatkan 20 Haul Truck (HT) dan 1 dozer juga harus berhenti beroperasi. Sedangkan untuk HT Cat 793 jika berhenti beroperasi selama sejam diperkirakan akan memnyebabkan kerugian sebesar US$ 160.

VIII. Penutup
• Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan.
• Pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan dilakukan dalam rangka PREVENTION dan ASSURANCE, meliputi :
a. Tingkat kepatuhan dan pentaatan terhadap peraturan
b. Pencapaian target dari rencana kerja yang telah disusun
c. Mengetahui sejak dini bila terjadi penyimpangan baik berdasarkan ketentuan/peraturan maupun rencana kerja
d. Dapat segera melakukan koreksi bila terjadi perubahan rencana kerja atau perubahan kebijakan Pemerintah
• Pembinaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik kepada dinas ESDM Provinsi, Kabupaten/Kota maupun kepada pemegang IUP, IPK dan IUPK. Pembinaan terhadap inspektur tambang dilakukan baik pada pra jabatan IT maupun dalam jabatan IT.
• Dalam rangka menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif maka diperlukan penerapan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi secara menyeluruh dengan system manajemen perusahaan.
• Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Risiko yang besar tersebut harus dikelola dan dikendalikan agar terhindar dari kecelakaan, penyakit akibat kerja, kejadian berbahaya, atau terhentinya proses operasional yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar.

2 komentar:

  1. tanya Pak...di distamben kabupaten yang menjadi tupoksi pelaksana ekspose RKTTL dilakukan oleh bidang apa ?

    BalasHapus
  2. thanks pak,blog nya sangat membantu

    BalasHapus