Kamis, 04 Februari 2010

Simple Solutions - Ergonomics for Construction Worker

I. Latar Belakang
Beberapa cidera yang paling umum di kontruksi merupakan hasil tuntutan pekerjaan yang memaksa tubuh manusia melebihi keterbatasan almiahnya. Pekerja yang harus sering mengangkat (lift), membungkuk (stoop), berlutut (kneel), memutar (twist), memegang erat (grip), merentangkan (stretch), menjangkau melebihi atas kepala (reach overhead), atau bekerja di posisi janggal lainnya (awkward position), melakukan pekerjaan dengan risiko Work-related Musculoskeletal Disorder (WMSD). Hal ini termasuk masalah punggung (back problem), carpal tunnel syndrome, tendonitis, rotator cuff tears, keseleo (sprains), dan ketegangan (strains).
Kontruksi adalah satu dari industri yang paling berbahaya di Amerika Serikat. Jumlah cidera punggung di konstruksi Amerika Serikat, 50% lebih tinggi dari rata-rata untuk semua industri Amerika Serikat pada tahun 1999 (CPWR, 2002). Sakit panggung dan rasa sakit pada bahu, leher, lengan, dan tangan merupakan symptom yang paling umum dilaporkan oleh pekerja konstruksi pada sebuah penelitian (Cook et al, 1996). Catatan material handling incident mencapai 32% worker’s compensation claims di konstruksi dan 25% dari jumlah seluruh claims. Rata-rata biaya setiap claim adalah $9,240 (CNA, 2000). Musculoskeletal injuries dapat menyebabkan ketidakmampuan sementara atau bahkan tetap, yang dapat mempengaruhi pendapatan pekerja dan keuntungan kontraktor.
Back pain, carpal tunnel syndrome, tendonitis, rotator cuff tears, sprains, dan strains adalah tipe dari musculoskeletal disorder. Work-related Musculoskeletal Disorder (WMSD) disebabkan oleh aktivitas pekerjaan dan kondisi seperti mengangkat, gerakan berulang, dan bekerja dalam area terbatas. Seluruh dari hal ini adalah bagian dari pekerjaan konstruksi. WMSDs dapat menjadi jangka panjang, Hal ini tidak hanya menyakiti tubuh, tetapi juga mengurangi pendapatan dan keuntungan pengusaha.
Kamu telah meningkatkan risiko cidera ini jika kamu sering:
- Membawa beban berat
- Bekerja pada lutut
- Memutar tangan atau pergelangan tangan
- Merentangkan untuk bekerja melebihi atas kepala
- Menggunakan tipe peralatan tertentu
- Menggunakan peralatan atau perlengkapan bergetar
Hal di atas akan meningkat risikonya ketika melakukannya dengan cepat.

Sebuah studi terhadap worker’s compensation claims yang dicatat di Washington State antara 1990-98 dilaporkan bahwa risiko tertinggi untuk perkembangan WMSD adalah di industri dengan karakteristik manual handling dan penggunaan berulang yang kuat. Berdasarkan studi, pekerjaan konstruksi dicatat sebagai 10 dari 25 sektor teratas yang membutuhkan intervensi untuk mencegah leher, punggung, dan extrmitas atas WMSDs (Silverstein, 1998).
Sebuah perusahaan asuransi melaporkan bahwa 29 % dari asuransi worker’s compensation claims kontraktor mekanik dan elektrik terkait dengan WMSDs. Seperempat dari klaim tersebut diakibatkan ketidakmampuan sementara atau tetap. Penjamin asuransi juga melaporkan bahwa klaim WMSD untuk kontraktor elektrik rata-rata sekitar $6,600 untuk setiap WMSD, sementara rata-rata klaim untuk kontraktor mekanik sekitar $7,300 (NIOSH, 2006).

II. Pengertian Ergonomic
Tujuan dari ilmu ergonomic adalah untuk menemukan sebuah ”best fit” antara pekerja dan kondisi pekerjaan. Ergonomic berusaha untuk memunculkan solusi meyakinkan pekerja tetap aman, nyaman, dan produktif. Hal ini biasanya termasuk perubahan alat, perlengkapan, material, metode kerja, atau tempat kerja itu sendiri. Ergonomic merupakan sebuah topik baru untuk industri konstruksi, tetapi idenya telah ada sejak lama. Contohnya, pada tahun 1894, split-level scaffold (scaffol yang dibangi beberapa tingkat) didisain untuk masonry work di Amerika Serikat untuk mengurangi frekuensi pekerja menekuk tubuh. Sistem scaffold baru ini didisain untuk meningkatkan produktivitas pekerja dengan mengurangi waktu yang dihabiskan untuk posisi janggal.

Ergonomic melihat pada bagaimana:




Work-related Musculoskeletal Disorder (WMSDs) menyebabkan ketidakmampuan pada pekerja pada masa kerjanya. WMSDs dapat disebabkan seringnya bekerja dengan jalan memberikan tekanan pada tubuh seperti:
- Memegang erat (gripping)
- Bekerja di posisi janggal (working in awkward position)
- Menekuk (bending)
- Menggunakan peralatan bergetar (using vibration equipment)
- Berlutut (kneeling)
- Mengerahkan tenaga (applying force)
- Bekerja melebihi atas kepala (working overhead)
- Jongkok (Squatting)
- Mengangkat (lift)
- Gerakan berulang (repeating movement)
- Memutar (twist)
- Menjangkau diluar jangkauan (Over-reaching)
Jalan utama untuk mengurangi WMSDs adalah menggunakan prinsip ergonomic untuk disain ulang peralatan, perlengkapan, material, atau proses kerja.
Ketika ergonomic diperkenalkan di tempat kerja, maka harus diiringi oleh pelatihan untuk pekerja bagaimana menggunakan metode dan perlengkapan baru, dan bagaimana bekerja secara aman.

III. Program Ergonomic
Program ergonomic menjadi jalan yang bernilai untuk mengurangi cidera, meningkatkan moral pekerja, dan menurunkan biaya kompensasi pekerja. Seringkali, program ini juga dapat meningkatkan produktivitas.
Program ergonomic dibutuhkan di tempat kerja jika:
- Catatan cidera atau klaim kompensasi pekerja menunjukkan peningkatan masalah tangan, lengan, dan bahu; low back pain; atau carpal tunnel syndrome
- Pekerja sering berkata bahwa beberapa pekerjaan menyebabkan penyakit, rasa nyeri, atau rasa sakit, khususnya jika gejala tersebut tidak hilang setelah istirahat malam
- Terdapat pekerjaan di area kerja yang membutuhkan penuh tenaga, pergerakan yang diulang berlebihan, mengangkat berat, mengangkat di atas kepala, menggunakan perlengkapan bergetar, atau posisi janggal seperti mengangkat lengan, menekuk yang berlebih, atau berlutut
- Bisnis lain yang sejenis memiliki angka WMSDs yang tinggi
- Majalah yang dijual atau publikasi asuransi di industry sejenis sering mencakup kelainan ini.
Program ergonomic yang efektif harus mencakup elemen:
- Komitmen pengusaha terhadap waktu, personil, dan sumber daya
- Seseorang yang mengurus program yang berwenang untuk membuat keputusan dan mengadakan perubahan
- Keterlibatan aktif pekerja dalam mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi
- Penetapan yang jelas struktur administratif (seperti sebuah committee)
- Sistem untuk mengidentifikasi dan menganalisa faktor risiko
- Sistem untuk meneliti, mendapatkan, dan mengimplementasikan solusi seperti sebagai perlengkapan baru
- Training pekerja dan managemen
- Perawatan medis untuk pekerja yang cidera
- Pemeliharaan catatan cidera yang baik
- Evaluasi reguler dari efektivitas program

IV. Solusi Mudah untuk Floor and Ground-Level Work
Masalah
Pada beberapa pekerjaan konstruksi, pekerja dituntut untuk bekerja dekat dengan tanah atau lantai. Contohnya, pekerja harus membungkuk atau berlutut ketika memasang atau menyelesaikan penutup papan, dek, atau lantai.

Menekuk, membungkuk, berlutut, atau jongkok dapat menyebabkan rasa sakit di punggung bawah atau lutut. Lebih lanjut, dapat berkembang menjadi cidera otot atau sendi serius. Risiko lebih tinggi jika pekerja sering membungkuk atau berlutut, atau membungkuk atau berlutut untuk peiode waktu yang panjang. Risiko juga lebih tinggi jika pekerja memutar tubuhnya ketika bekerja dengan posisi tersebut.

Posisi tersebut dapat juga membuat lebih berat melakukan pekerjaan. Ketika membungkuk atau berlutut, pekerja tidak dapat mengangkat, mendorong, atau menarik seberat tanpa memberikan tekanan pada tubuh.
Cidera dan Kelainan
Beberapa cidera akibat floor and ground-level work:
1. Cidera Punggung Bawah
Tulang belakang manusia terbentang dari atas leher turun sampai punggung bawah. Tulang belakang tersebut disusun oleh banyak tulang yang disebut vetebrae, satu dibawah yang lain. Diantara vertebrae terdapat joints dan discs. Hal ini memberikan fleksibelitas punggung sehingga punggung dapat bergerak. Discs fleksibel karena memiliki substansi seperti jelly didalamnya.
Ketika pekerja membungkuk ke depan, otot punggung pekerja bekerja lebih berat dan ligaments (serat panjang yang menyangga otot punggung) terlentur dan terentang. Disc mendapatkan tekanan. Sebagaimana mereka ditekan, mereka dapat menekan bagian lain dari tulang belakang, termasuk saraf. Hal ini dapat menyebabkan sakit punggung (back pain). Jika pekerja membungkuk ke depan secara berlebih dan melebihi beberapa bulan atau tahun, discs akan melemah, dapat mengarah pada pecahnya discs (’hernia’).
Memutar tubuh ketika membungkuk memberikan tekanan lebih pada disc, dan tekanan lebih pada tulang rawan dan ligaments, khususnya ketika pekerja menggunakan tenaga untuk mengangkat, mendorong, atau menarik objek.
2. Cidera Lutut
Otot di lutut dihubungkan ke kaki oleh tendons. Antara tendon dan tulang merupakan kantung kecil dari cairan yang disebut bursa. Mereka meminyaki lutut sehingga lutut dapat bergerak dengan mudah.
Tekanan secara kontinyu pada lutut dapat menyebabkan bursa memperoleh tekanan, menggembung, kaku, dan meradang (bursitis). Tekanan dapat juga menyebabkan tendon lutut menjadi meradang, mengakibatkan rasa sakit (tendinitis).
Pekerjaan yang melibatkan seringnya membungkuk, berlutut, atau jongkok meningkatkan risiko berkembangnya bursitis, tendinitis, atau arthritis (Peradangan pada joint) pada lutut. Risiko arthritis meningkat untuk pekerja yang sudah memiliki cidera lutut dan bekerja pada posisi tersebut.
Solusi
Solusi umum untuk mengerjakan floor-level work dengan risiko cidera yang sedikit adalah:
1. Merubah material atau proses kerja
Salah satu solusi yang paling efektif adalah menggunakan material, kompenen bangunan, atau metode kerja yang less labor-intensive, sehingga pekerjaan membutuhkan waktu yang singkat, dan karena itu pekerja berlutut dan membungkuk untuk periode yang lebih pendek.
Akan tetapi, karena hal tersebut kemungkinan menambah biaya, terkait dengan kontak, dan manyangkut masalah engineering, maka biasanya pekerja kontruksi individual atau subkontaraktor tidak dapat menjalankan keputusan tersebut.
2. Merubah alat dan/atau perlengkapan
Gunakan alat dengan perpanjangan pegangan tangan yang membuat pekerja berdiri ketika mengerjakan floor-level task.
3. Merubah aturan kerja dan menyiapkan training
Kontraktor dapat menyusun aturan kerja yang mensyaratkan penggunaan bangku, meja, atau kuda-kuda sehingga sedikit berlutut dan membukuk. Pada kasus dimana berlutut pada permukaan keras tidak dapat dihindari, bantalan lutut atau beberapa tipe lain dari bantalan seharusnya digunakan. Selain itu, kebijakan untuk mengadakan training ergonomik kemungkinan dapat membantu pekerja lebih cepat mengidentifikasi potensi masalah dan menemukan solusi efektif.
Sedikit kemungkinan solusi untuk specific floor-level task dijabarkan pada tabel 1.

Tabel 1. Beberapa Solusi Untuk Floor & Ground-Level Work
Pekerjaan Masalah Solusi Keuntungan & Kerugian Perkiraan Biaya Gambar
Screwing Membungkuk, menekuk, berlutut, atau jongkok untuk waktu yang lama ketika menggunakan srew gun atau alat pengencang lain. Gunakan auto-feed screw gun with an extension yang memperbolehkan pekerja berdiri tegak ketika bekerja. Atau menggunakan powder – actuated fastening tools (PATs) dengan pegangan berdiri. Mengurangi risiko cidera punggung bawah dan lutut. Produktivitas juga meningkat. Studi menunjukkan autofeed stand-up screw gun sekitar dua kali lebih cepat dalam memasang screw dibandingkan traditional screw gun. Stand-up screw gun (screw gun extension) sebesar $200-400. PAT fastening tool dengan pegangan berdiri sebesar $500-700.
Screeding Membungkuk dan menggenggam dengan erat untuk menarik papan di atas concrete basah ketika tangan screed concrete. Lengan dan bahu menggunakan banyak tenaga berlebih. Gunakan motorized screed (disebut juga vibratory screed). Alat ini menghilangkan keharusan bekerja dengan membungkuk dan gerakan berulang pada lengan dan bahu. Mengurangi cidera otot dan sendi. Lebih cepat dibandingkan hand screeding. Getaran dari pisau meningkatkan penggabungan concrete dan mengurangi waktu untuk ‘bull floating’ permukaan.
Terdapat beberapa kekurangan yaitu beberapa hand screeding masih dibutuhkan, sulit untuk memindahkan screed ke atau dari lokasi kerja, berat single-engine screed sekitar 50 lbs sehingga dapat mengakibatkan posisi janggal ketika mengangkat atau membawa alat, dan tingkat getaran perlu diperhatikan. Single-engine motorize screed biayanya sekitar $1.500. Twin-engine model biayanya sekitar $4.000 dan membutuhkan dua operator.
Mengikat Rebar (Tying Rebar) Pergerakan tangan dan lengan yang cepat, berulang, dan menggunakan banyak tenaga ketika mengikat rebar dengan tangan menggunakan tang dan pengikat kawat. Selain itu, harus membungkuk ketika mengikat rebar pada ground level. Gunakan rebar-tying tool yang menghilangkan seringnya pergerakan tangan yang berulang yang dibutuhkan ketika menggunakan tang. Beberapa tipe memperbolehkan bekerja dengan berdiri. Mengurangi risiko cidera tangan, pergelangan tangan, dan punggung bawah. Mengingkatkan produktivitas. Studi NIOSH-Ontario menunjukkan power tying tool dapat mengikat rebar dua kali lebih cepat dibandingkan hand tying. Wire feeding tier dibawah $2.700 dan biaya kawat sekitar 2 cent per ikat.Tiers using coiled spring wire dibawah $1.300 dan biaya kawat sekitar 3 cents per ikat.
Merangkak dengan Berlutut Berlutut, jongkok, atau membungkuk ketika bekerja dekat dengan lantai. Gunakan kneeling creeper dengan chest support. Mencegah masalah otot dan sendi yang serius. Akibat berkurangnya ketidanyamanan dan rasa sakit, produktivitas dapat meningkat. Pekerja dapat lebih mudah dan cepat berpindah. Kneeling creepers tanpa chest support sekitar $200 dan chest support dapat disesuaikan dengan pilihan sekitar $75.
Masonry Work Membungkuk untuk mengangkat dan memasang batu bata, balok, dan mortir dan menempatkan mereka pada tembok. Pekerjaan ini juga membutuhkan banyak menekuk dan memutar tubuh. Gunakan split-level adjustable scaffolding. Alat ini mengurangi pekerja membungkuk karena material dan permukaan kerja dijaga setinggi pinggang pekerja Mengurangi nyeri punggung bawah (low back pain) dan cidera punggung. Pekerja mengahabiskan sedikit waktu untuk handling material karena batu bata, balok, dan mortir jaraknya lebih pendek. Pekerja menggunakan tenaga fisik yang lebih rendah dan dilaporkan kelelahan berkurang di akhir pekerjaan. Selain itu platform lebih luas sehingga memiliki ruang kerja yang lebih luas.
Mengurangi pekerja untuk merubah ketinggian scaffolding. Mengurangi pekerjaan mengangkat dan membawa. Selain itu juga mengurangi bahaya jatuh. Sebuah studi mengungkapkan bahwa produktivitas meningkat 20% ketika menggunakan alat ini, bahkan beberapa kontraktor melaporkan peningkatan produktivitas yang lebih tinggi. Biaya sangat tergantung pada bagaimana platform kerja dinaikkan (manual vs powered), tinggi dinding batu, dan ukuran seluruh project. Dari tiga pengalaman pekerjaan komersial, heavy-duty scaffolding biayanya sekitar $300 per lineal foot. Light-duty scaffolding untuk perumahan dan pekerjaan komersial ringan dengan tinggi yang sama $200 per lineal foot.

IV. Solusi Mudah untuk Overhead Work
Masalah
Pada beberapa pekerjaan konstruksi, pekerja dituntut untuk work overhead, meraih dengan satu atau kedua lengan naik ke atas bahu. Kepala pekerja akan dimiringkan ke belakang, menengadah untuk melihat apa yang dilakukan. Apakah pekerja mengebor, menggerakkan alat pengunci, atau menyelesaikan drywall, overhead work memberikan tekanan pada bahu dan leher. Hal tersebut mengarah pada cidera otot dan sendi serius.
Pekerja akan berisiko jika melakukan pekerjaan ini secara sering atau untuk periode yang panjang. Risiko meningkat jika pekerja sering memegang alat, perlengkapan, atau material diatas tinggi bahu, atau jika pekerja memutar tubuh ketika lengannya pada posisi janggal (mengangkat). Selain itu, ketika pekerja bekerja dengan mengangkat lengan, cidera akan lebih sering jika pekerja mengulang pergerakan atau menggunakan banyak tenaga.
Working overhead juga mengurangi kemampuan untuk bekerja secara aman dan produktif. Sebagai contoh, pekerja akan berisiko dengan banyak tipe cidera jika penglihatannya terhalang, jika pekerja tidak stabil berdiri, atau jika pekerja memiliki masalah dalam menggenggam atau memposisikan alat.

Cidera dan Kelainan
Beberapa cidera akibat overhead work:
1. Cidera Bahu
Nyeri bahu dan cidera biasanya hasil dari kerja berlebih pada bahu. Ketika pekerja menjaga lengan terangkat di atas bahu (atau menjaga lengan terentang keluar), bahu mulai sakit pada waktu yang singkat. Pekerja lebih mudah letih.
Otot di bahu dihubungkan ke lengan dengan tendon. Antara tendon dan tulang merupakan kantung kecil dari cairan yang disebut bursa. Mereka meminyaki bahu sehingga bahu dapat bergerak dengan mudah.
Tekanan secara kontinyu pada bahu dapat menyebabkan bursa memperoleh tekanan, menggembung, kaku, dan meradang (bursitis). Bursitis dapat membuat nyeri sekali pada bahu, bahkan kemungkinan dapat mencapai lengan. Tekanan yang berlanjut pada bahu dapat menyebabkan tendon bahu menjadi meradang, mengakibatkan rasa sakit (tendinitis).
Cidera bahu lainnya adalah rotator cuff tear. Rotator cuff adalah sekumpulan dari empat otot dan tendonnya yang membungkus sekitar depan, belakang, dan atas dari sendi bahu.Hal ini membuat fungsi bahu dapat bergerak lebih luas. Tekanan pada bahu dapat menyebabkan mereka menjadi sobek, yang dapat membuat aktivitas routin menjadi sulit dan terasa sakit sekali.
2. Cidera Leher
Leher merupakan struktur yang rumit disusun dari tujuh tulang yang disebut cervical vertebrae, satu dibawah yang lain. Leher juga memiliki tulang rawan, saraf, otot dan ligament (serat panjang yang menyangga otot). Ketika pekerja menjaga lehernya menekuk ke depan atau ke belakang, atau sering menekuk, otot bekerja lebih berat, dan ligament terlentur dan terentang. Bahkan ligament dapat robek, mengakibatkan keseleo leher.
Kondisi umum yang lain adalah tension neck syhdrom. Hal ini merupakan ketegangan otot akibat menengadah dalam periode yang lama. Hal itu dapat menyebabkan leher kaku, kejang otot, dan nyeri di leher.
Selain itu kemungkinan berkembang arthritis di leher. Risiko arthritis meningkat untuk pekerja yang telah mengalami cidera leher dan masih mengerjakan overhead work.
Solusi
Solusi umum untuk mengerjakan overhead work dengan risiko cidera yang sedikit adalah:
1. Merubah material atau proses kerja
Salah satu solusi yang paling efektif adalah menggunakan material, kompenen bangunan, atau metode kerja yang less labor-intensive, sehingga pekerjaan membutuhkan waktu yang singkat, dan karena itu pekerja melakukan overhead work untuk periode yang lebih pendek.
Akan tetapi, karena hal tersebut kemungkinan menambah biaya, terkait dengan kontak, dan manyangkut masalah engineering, maka biasanya pekerja kontruksi individual atau subkontaraktor tidak dapat menjalankan keputusan tersebut.
2. Merubah alat dan/atau perlengkapan
Gunakan alat dengan perpanjangan pegangan tangan yang membuat pekerja berdiri ketika mengerjakan floor-level task.
3. Merubah aturan kerja dan menyiapkan training
Kontraktor dapat menyusun aturan kerja yang mensyaratkan penggunaan bangku, meja, atau kuda-kuda sehingga sedikit berlutut dan membukuk. Pada kasus dimana berlutut pada permukaan keras tidak dapat dihindari, bantalan lutut atau beberapa tipe lain dari bantalan seharusnya digunakan. Selain itu, kebijakan untuk mengadakan training ergonomik kemungkinan dapat membantu pekerja lebih cepat mengidentifikasi potensi masalah dan menemukan solusi efektif.
Sedikit kemungkinan solusi untuk specific floor-level task dijabarkan pada tabel 2.



























Tabel 2. Beberapa Solusi Untuk Overhead Work

Pekerjaan Masalah Solusi Keuntungan & Kerugian Perkiraan Biaya Gambar
Drilling Overhead Menggunakan alat bor dengan posisi tubuh berdiri, lengan dan kepala mengarah keatas, sulit untuk mempertahankan posisi mengebor dan harus menekan/mendorong alat bor yang berat menggunakan otot bahu dari pada otot lengan atas Gunakan bit extension shaft untuk bor atau screw gun, sehingga dapat mengebor dengan posisi tubuh berdiri, lengan atau bahu berada dibawah sejajar dengan tubuh atau pinggang (tidak perlu mengangkat lengan ke atas) Mengurangi resiko cidera tegang otot dan tulang sendi, tidak perlu menahan alat berat dengan menggunakan bahu dalam waktu lama. Dengan extension tersebut beban berat memutar alat akan berkurang dua pound

Membuat bit extension sendiri membutuhkan sekitar $1-2 untuk material plus tenaga kerja. Jika beli di pabrik sekitar $12 untuk panjang 12 inch dan $45 untuk panjang 24 inch

Menggunakan Powder Actuated Tools Bekerja menggunakan alat PAT overhead dengan keadaan lengan dan bahu mengarah ke atas, posisi lengan dan bahu tegang sehingga menyebabkan sakit otot dan tulang sendi. Terkadang harus bekerja dengan posisi seperti ini cukup lama atau berulang-ulang sehingga menyebabkan fatigue, bursitis atau rotator cuff tendinitis

Gunakan motorized screed (disebut juga vibratory screed). Alat ini menghilangkan keharusan bekerja dengan membungkuk dan gerakan berulang pada lengan dan bahu. Mengurangi cidera otot dan sendi. Lebih cepat dibandingkan hand screeding. Getaran dari pisau meningkatkan penggabungan concrete dan mengurangi waktu untuk ‘bull floating’ permukaan.
Terdapat beberapa kekurangan yaitu beberapa hand screeding masih dibutuhkan, sulit untuk memindahkan screed ke atau dari lokasi kerja, berat single-engine screed sekitar 50 lbs sehingga dapat mengakibatkan posisi janggal ketika mengangkat atau membawa alat, dan tingkat getaran perlu diperhatikan. Single-engine motorize screed biayanya sekitar $1.500. Twin-engine model biayanya sekitar $4.000 dan membutuhkan dua operator.
Mengikat Rebar (Tying Rebar) Pergerakan tangan dan lengan yang cepat, berulang, dan menggunakan banyak tenaga ketika mengikat rebar dengan tangan menggunakan tang dan pengikat kawat. Selain itu, harus membungkuk ketika mengikat rebar pada ground level. Gunakan rebar-tying tool yang menghilangkan seringnya pergerakan tangan yang berulang yang dibutuhkan ketika menggunakan tang. Beberapa tipe memperbolehkan bekerja dengan berdiri. Mengurangi risiko cidera tangan, pergelangan tangan, dan punggung bawah. Mengingkatkan produktivitas. Studi NIOSH-Ontario menunjukkan power tying tool dapat mengikat rebar dua kali lebih cepat dibandingkan hand tying. Wire feeding tier dibawah $2.700 dan biaya kawat sekitar 2 cent per ikat.Tiers using coiled spring wire dibawah $1.300 dan biaya kawat sekitar 3 cents per ikat.
Merangkak dengan Berlutut Berlutut, jongkok, atau membungkuk ketika bekerja dekat dengan lantai. Gunakan kneeling creeper dengan chest support. Mencegah masalah otot dan sendi yang serius. Akibat berkurangnya ketidanyamanan dan rasa sakit, produktivitas dapat meningkat. Pekerja dapat lebih mudah dan cepat berpindah. Kneeling creepers tanpa chest support sekitar $200 dan chest support dapat disesuaikan dengan pilihan sekitar $75.
Masonry Work Membungkuk untuk mengangkat dan memasang batu bata, balok, dan mortir dan menempatkan mereka pada tembok. Pekerjaan ini juga membutuhkan banyak menekuk dan memutar tubuh. Gunakan split-level adjustable scaffolding. Alat ini mengurangi pekerja membungkuk karena material dan permukaan kerja dijaga setinggi pinggang pekerja Mengurangi nyeri punggung bawah (low back pain) dan cidera punggung. Pekerja mengahabiskan sedikit waktu untuk handling material karena batu bata, balok, dan mortir jaraknya lebih pendek. Pekerja menggunakan tenaga fisik yang lebih rendah dan dilaporkan kelelahan berkurang di akhir pekerjaan. Selain itu platform lebih luas sehingga memiliki ruang kerja yang lebih luas.
Mengurangi pekerja untuk merubah ketinggian scaffolding. Mengurangi pekerjaan mengangkat dan membawa. Selain itu juga mengurangi bahaya jatuh. Sebuah studi mengungkapkan bahwa produktivitas meningkat 20% ketika menggunakan alat ini, bahkan beberapa kontraktor melaporkan peningkatan produktivitas yang lebih tinggi. Biaya sangat tergantung pada bagaimana platform kerja dinaikkan (manual vs powered), tinggi dinding batu, dan ukuran seluruh project. Dari tiga pengalaman pekerjaan komersial, heavy-duty scaffolding biayanya sekitar $300 per lineal foot. Light-duty scaffolding untuk perumahan dan pekerjaan komersial ringan dengan tinggi yang sama $200 per lineal foot.


- Memegang erat (gripping)
- Bekerja di posisi janggal (working in awkward position)
- Menekuk (bending)
- Menggunakan peralatan bergetar (using vibration equipment)
- Berlutut (kneeling)
- Mengerahkan tenaga (applying force)
- Bekerja melebihi atas kepala (working overhead)
- Jongkok (Squatting)
- Mengangkat (lift)
- Gerakan berulang (repeating movement)
- Memutar (twist)
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PERTAMBANGAN
Warid Nurdiansyah

I. Pendahuluan
Pertambangan memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Pertambangan memberikan peran yang sangat signifikan dalam perekonomian nasional, baik dalam sektor fiscal, moneter, maupun sektor riil. Peran pertambangan terlihat jelas dimana pertambangan menjadi salah satu sumber penerimaan negara; berkontribusi dalam pembangaunan daerah, baik dalam bentuk dana bagi hasil maupun program community development atau coorporate social responsibility; memberikan nilai surplus dalam neraca perdagangan; meningkatkan investasi; memberikan efek berantai yang positif terhadap ketenagakerjaan; menjadi salah satu faktor dominan dalam menentukan Indeks Harga Saham Gabungan; dan menjadi salah satu sumber energy dan bahan baku domestik.
Pada tahun 2008, pertambangan umum memberikan kontribusi dalam penerimaan negara sebesar 42.655,46 miliar rupiah yang berasal dari pajak pertambangan umum sebesar 30.080,26 milliar rupiah dan PNBP Pertambangan Umum sebesar 12.575,20 milliar rupiah. Nilai investasi pertambangan umum juga terus meningkat. Pada tahun 2008, nilai investasi pertambangan umum tercatat sebesar 1.654,5 juta US$ dari yang sebelumnya hanya sebesar 1.252,8 juta US$ pada tahun 2007.
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Oleh karena itu, dalam rangka menjamin kelancaran operasi, menghindari terjadinya kecelakaan kerja, kejadian berbahaya dan penyakit akibat kerja maka diperlukan implementasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada kegiatan pertambangan.

II. Pengelolaan K3 Pertambangan
Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan. Pengelolaan tersebut didasarkan pada peraturan sebagai berikut:
1. UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
2. UU No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah
3. UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas bumi
4. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
5. UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
6. PP No. 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi
7. PP No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemprov dan Pemkab/Kota
8. PP No.19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan K3 di Bidang Pertambangan
9. Permen No.06.P Tahun 1991 tentang Pemeriksaan Keselamatan Kerja atas Instalasi, Peralatan dan Teknik Migas dan Panas Bumi
10. Permen No.02 P. Tahun 1990 tentang Keselamatan Kerja Panas Bumi
11. Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum
12. Kepmen.No.2555.K Tahun 1993 tentang PIT Pertambangan Umum.

Elemen pemerintah dalam pengelolaan K3 pertambangan terdiri atas:
1. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang / Inspektur Tambang
Adalah Kepala dari Pelaksana Inpeksi Tambang / Inspektur Tambang dalam hal ini dijabat oleh Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Kepala Dinas ESDM di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
2. Pelaksana Inspeksi Tambang (PIT) / Inspektur Tambang (IT)
PIT adalah aparat pengawas pelaksanaan peraturan K3 di lingkungan pertambangan umum (Pasal 1, Kepmen No. 555.K Tahun 1995) baik di Pusat maupun Daerah.
IT adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak untuk melakukan inspeksi tambang (Pasal 1, Keputusan Bersama Menteri ESDM dan Kepala BKN No. 1247 K/70/MEM/2002 dan No. 17 Tahun 2002) baik di Pusat maupun Daerah.
3. Buku Tambang
Adalah buku catatan yang memuat larangan, perintah dan petunjuk PIT yang wajib dilaksanakan Kepala Teknik Tambang (KTT) (Pasal 1, Kepmen No.555. K Tahun 1995).


Sedangkan elemen perusahaan dalam pengelolaan K3 pertambangan terdiri atas:
1. Kepala Teknik Tambang (KTT)
Adalah seseorang yang jabatannya tertinggi di Job Site untuk memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan K3 pada suatu kegiatan usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung jawabnya (Pasal 1, Kepmen No. 555.K Tahun 1995).
2. Organisasi dan Personil K3
3. Program K3
4. Anggaran dan Biaya
5. Dokumen dan laporan K3

III. Pengawasan Pertambangan
Berdasarkan Pasal 140 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, pengawasan pertambangan mineral dan batubara menjadi tanggung jawab menteri dimana menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Pengawasan tersebut meliputi administarasi/tata laksana; operasional; kompetensi aparatur; dan pelaksanaan program pengelolaan usaha pertambangan.
Menteri dapat melimpahkan kepada Gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pengelolaan di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota (Pasal 140 Ayat 2).
Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK (Pasal 140 Ayat 3).
Berdasarkan Pasal 141 Ayat 1, hal yang menjadi aspek pengawasan adalah:
a. teknis pertambangan,
b. pemasaran,
c. keuangan,
d. pengelolaan data mineral dan batubara,
e. konservasi sumber daya mineral dan batubara,
f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan,
g. keselamatan operasi pertambangan,
h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang,
i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri,
j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan,
k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat,
l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan,
m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum,
n. pengelolaan IUP atau IUPK, dan
o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.

Pengawasan terhadap huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh Inspektur Tambang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 141 Ayat 2).

IV. Pengawasan K3 dan Keselamatan Operasi Pertambangan
Pengawasan K3 Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menghindari kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Ruang lingkup K3 pertambangan meliputi:
1. Keselamatan kerja,
Yang dimaksud keselamatan kerja antara lain berupa:
a. Manajemen risiko,
b. Program keselamatan kerja,
c. Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja,
d. Administrasi keselamatan kerja,
e. Manajemen keadaan darurat,
f. Inspeksi dan Audit keselamatan kerja,
g. Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.
2. Kesehatan kerja,
Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:
a. Program kesehatan kerja
b. Pemeriksaan kesehatan pekerja,
c. Pencegahan penyakit akibat kerja,
d. Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat kerja
e. Hiegiene dan sanitasi,
f. Pengelolaan makanan, minuman dan gizi kerja,
g. Ergonomis.
3. Lingkungan Kerja,
Yang dimaksud kesehatan kerja antara lain berupa:
a. Pengendalian debu,
b. Pengendalian kebisingan,
c. Pengendalian getaran,
d. Pencahayaan,
e. Kualitas udara kerja (kuantitas dan kualitas)
f. Pengendalian radiasi
g. House keeping.
4. Sistem Manajemen K3.

Sedangkan pengawasan Keselamatan Operasi Pertambangan dilaksanakan dengan tujuan menciptakan kegiatan operasi pertambangan yang aman dan selamat. Ruang lingkup Keselamatan Operasi Pertambangan meliputi:
1. Evaluasi laporan hasil kajian,
2. Pemenuhan standardisasi instalasi,
3. Pengamanan instalasi,
4. Kelayakan sarana, prasarana dan instalasi peralatan pertambangan
5. Kompetensi tenaga teknik.

Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan dilaksanakan dalam bentuk:
a. Pengawasan Administratif
Pengawasan administratif meliputi:
1. Bahan peledak (Format IVi / Rekomendasi)
2. Laporan kecelakaan (Format IIIi; Vi; Vii; VIIi; VIIIi; IXi)
3. Peralatan (dokumen untuk perijinan)
4. Persetujuan (dokumen kajian, tinggi jenjang, ventilasi, penyanggaan, dan lain-lain)
5. Laporan pelaksanaan program K3 (Triwulan)
6. Rencana Kerja Tahunan Teknis dan Lingkungan (RKTTL)
b. Pengawasan Operasional / Lapangan
Pengawasan operasional / lapangan meliputi:
1. Inspeksi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Inspeksi dilaksanakan oleh PIT/IT dengan berkoordinasi dengan pengawas pusat dan daerah berdasarkan prosedur tetap dan KTT diposisikan sebagai mitra. Contoh objek yang diinspeksi antara lain area penambangan, haul road, perbengkelan, pabrik, pengolahan, pelabuhan, fasilitas dan instalasi lainnya.
2. Pemeriksaan / Penyelidikan Kecelakaan
3. Pemeriksaan / Penyelidikan Kejadian Berbahaya
4. Pengujian Kelayakan Sarana dan Peralatan
5. Pengujian Kondisi Lingkungan Kerja
c. Pengujian kelayakan peralatan, sarana dan instalasi
Pengujian peralatan sarana dan instalasi meliputi:
1. Sistem Ventilasi,
2. Sistem Penyanggaan,
3. Kestabilan Lereng,
4. Gudang Bahan Peledak
5. Penimbunan Bahan Bakar Cair
6. Kapal Keruk
7. Kapal Isap
8. Alat Angkut Orang, Barang, dan Material
9. Alat Angkat
10. Bejana Bertekanan
11. Instalasi Pipa
12. Pressure Safety Valve
13. Peralatan Listrik
d. Pengujian/penilaian kompetensi
Pengujian/penilaian kompetensi meliputi;
1. Penilaian kompetensi calon Kepala Teknik Tambang
2. Pengujian kompetensi Juru Ledak
3. Pengujian Kompetensi Juru Ukur
4. Pengujian Kompetensi Pengawas Operasional (POP; POM; POU)
5. Pengujian Kompetensi Juru Las (bekerja sama dengan pihak ke-3)
6. Pengujian Kompetensi Operator alat angkat (bekerja sama dengan pihak ke-3)

Pelaksanaan pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, tetapi juga dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi (Dekonsentrasi) dan Pemerintah Kabupaten/Kota (Desentralisasi).
Upaya dekonsentrasi pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi antara lain:
a. Melakukan supervisi terhadap pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota :
1. Hasil Inspeksi
2. Hasil investigasi kecelakaan/kejadian berbahaya
3. Proses perizinan
4. Rekomendasi
b. Melakukan inventarisasi terhadap:
1. Statistik Kecelakaan
2. Pembelian dan Penggunaan dan stok bahan peledak
3. Jumlah dan jenis perizinan

Sedangkan upaya desentralisasi pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota antara lain:
a. Kabupaten/kota melakukan pengawasan sesuai kewenangan sebagai daerah otonom
b. Berpedoman kepada peraturan perundangan yang berlaku serta juklak dan juknis yang ditetapkan oleh pemerintah
c. Investigasi bersama daerah dan pusat untuk kecelakaan berakibat mati

V. Pembinaan K3 dan Keselamatan Operasi Pertambangan
Berdasarkan Pasal 139 Ayat 1, UU No. 4 Tahun 2009, menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai kewenangannya. Oleh karena itu, pembinaan K3 dan keselamatan operasi yang diberikan kepada aparat Dinas ESDM Provinsi, Kabupaten/Kota antara lain:
a. Pemberian pedoman, standard pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan
b. Inspeksi bersama aparat dinas daerah dan pusat
c. Pemberian bimbingan dan konsultasi
d. Pendidikan dan pelatihan
Selain itu, berdasarkan Pasal 139 Ayat 4, UU No. 4 Tahun 2009, menteri, gubenur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya bertanggungjawab melakukan pembinaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus). Oleh karena itu, pembinaan K3 dan keselamatan operasi yang diberikan kepada pemegang IUP, IPK dan IUPK antara lain:
a. Pemberian pedoman, standard pelaksanaan pengelolaan usaha pertambangan
b. Pemberian bimbingan, supervisi dan konsultasi
c. Pendidikan dan pelatihan

Dari uraian sebelumnya terlihat bahwa Inspektur Tambang memiliki peran yang sangat vital dalam pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap inspektur tambang adalah hal yang mutlak harus dilaksanakan. Pembinaan yang dilakukan terhadap inspektur tambang antara lain:
1. Diklat Pra Jabatan IT
Merupakan pembinaan yang dilakukan sebagai syarat pengangkatan untuk menjadi IT, antara lain:
a. Diklat Pengawas Pengusahaan Pertambangan bagi Aparat Dinas Pertambangan
b. Diklat Praktik Pelaksana Inspeksi Tambang
2. Diklat Dalam Jabatan IT
Merupakan pembinaan yang dilakukan setelah dan saat menjadi IT, antara lain:
a. Diklat ke luar negeri kerjasama dengan pihak luar, seperti Diklat K3 Tambang Dalam di Tambang Ikheshima Jepang, kerjasama dengan J-Coal
b. In house training kerjasama dengan pihak luar, seperti J-Coal, Teknik Tambang ITB, dan lain - lain.
c. Magang di perusahaan tambang

VI. Sistem Manajemen K3
Dalam rangka menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja yang melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif diperlukan suatu Sistem Manajemen K3.
Sistem Manajemen K3 berdasarkan Permenaker No. Per.05/1996 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggungjawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumberdaya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaiatan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yanag aman, efisien dan produktif.
Ruang lingkup dari Sistem Manajemen K3 bervariasi tergantung pada perusahaan, negara dan faktor lokal. Secara umum, Sistem Manajemen K3 mensyaratkan:
• Adanya suatu Kebijakan K3
• Struktur organisasi untuk menerapkan kebijakan di atas
• Program implementasi
• Metode untuk mengevaluasi keberhasilan penerapan dan adanya umpan balik
• Rencana tindakan perbaikan untuk peningkatan secara berkesinambungan.

Sistem Manajemen K3 juga harus diterapkan dalam pertambangan, baik dalam tambang terbuka maupun tambang bawah tanah. Penerapan Sistem Manajemen K3 tersebut harus mengacu kepada Kepmen No.555.K Tahun 1995 tentang K3 Pertambangan Umum.

Penerapan Sistem Manajemen K3 tidak akan berjalan tanpa adanya komitmen terhadap sistem manajemen tersebut. Oleh karena itu, elemen pertama dan memegang peran yang sangat penting adalah manajemen puncak harus menyatakan kebijakan dan komitmennya terhadap K3. Kemudian, untuk kepentingan operasional maka disusun peraturan K3 perusahaan.

Untuk penerapan kebijakan K3 maka diperlukan beberapa hal yang masuk dalam elemen organizing, yaitu Kepala Teknik Tambang, Pengawas Operasional / Teknis, Komite K3, Buku Tambang, pelatihan, dan tim tanggap darurat. Mengingat skala risiko dan karakteristik tambang bawah tanah, maka elemen organizing pada Sistem Manajemen K3 Tambang Bawah Tanah ditambah dengan Kepala Tambang Bawah Tanah, Buku Derek, Buku Kawat, Buku Catatan Ventilasi dan Penyanggaan.
Elemen selanjutnya dalam Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah Planning and Implementation yang terdiri atas Rencana Kerja Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL) / Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) / Rencana Jangka Panjang; Program K3; JSA dan SOP. Nilai lebih Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah perencanaan yang dibuat oleh perusahaan tambang harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Setiap tahun perusahaan pertambangan harus menyampaiakn dan mempresentasikan RKTTL dan RKAB di depan pemerintah. RKTTL dan RKAB baru bisa dijalankan dan menjadi acuan setelah disetujui oleh pemerintah.
Sebagai upaya pemantauan dan pengukuran kinerja dan penerapan K3 di perusahaan maka diperlukan evaluasi. Elemen evaluation terdiri atas pemantauan lingkungan kerja, seperti debu, pencahayaan, getaran, iklim kerja, curah hujan, dan untuk tambang bawah tanah yakni penyanggaan, ventilasi, drainase, dll; pemantaun proses kerja seperti peledakan, pengangkutan, dll; investigasi kecelakaan; inspeksi dan audit.
Sistem Manajemen K3 yang merupakan sebuah system dengan siklus tertutup memiliki sebuah karakteristik utama yaitu keharusan adanya perbaikan yang berkelanjutan secara terus menerus (continous improvement). Oleh karena itu, elemen terakhir Sistem Manajemen K3 Pertambangan adalah adanya action for improvement dimana harus ada peningkatan kinerja dan budaya K3.

VII. Risiko dan Kerugian Akibat Terhentinya Operasional
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Top risk yang ada di tambang terbuka secara umum adalah:
• Longsor
• Interaksi anatar Light Vehicle & Dump Truck
• Interaksi antara kendaraan ringan dan peralatan bergerak
• Loading dan Dumping
• Pembersihan bagian tepi bench
• Penanganan kabel shovel elektrik dan drill
• Pemindahan drill jarak jauh
• Blasting, fly rock, vibration, dan air blast
• Pengangkatan dan Pendongkrakan
• Sumber-sumber energi berbahaya
• Bekerja di ketinggian
• Permesinan dan peralatan


Sedangkan top risk yang ada di tambang bawah tanah secara umum adalah:
• Pekerjaan high bomb di draw point
• Pemasangan steel sets
• Pekerjaan penarikan ore
• Pekerjaan mengebor dengan jack leg
• Kejatuhan batu
• Pekerjaan diamond drill
• Pengambilan ore basah dari draw point
• Pekerjaan yang membutuhkan LOTO
• Falling from high elevation
• Mengganti belt conveyor, liner feeder
• Kebakaran tambang dalam
• Runtuhnya panel
• Peledakan pada chute yang menggantung
• Pejalan kaki didaerah truck haulage
• Bahaya jatuh pada pekerjaan alimak raise
• Terjepit dan terpukul oleh sesuatu
• Bekerja disekitar lubang bukaan
• Pekerjaan pemasangan alimak raise climber
• Pemasangan pipa air dan angin
• Bahaya batu terbang disekitar feeder

Risiko – risiko tersebut apabila tidak dikelola dan dikendalikan dengan baik dapat mengakibatkan kecelakaan, penyakit akibat kerja, kejadian berbahaya, atau terhentinya proses operasional yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar.


Sebagai gambaran, kerugian yang harus ditanggung jika sebuah mill tidak beroperasi adalah sebesar US$ 420.000 – 830.000 /jam. Kerugian jika sebuah kapal keruk tidak beroperasi selama sejam adalah sebesar US$ 208 – 625. Sedangkan untuk BWE, jika satu jam tidak beropoperasi maka akan menyebabkan kerugian sebesar US$ 1186,8 / jam.






Selanjutnya, jika sebuah Shovel PH 4100 tidak beroperasi maka akan mengakibatkan kerugian sebesar US$ 5.247/ jam dan mengakibatkan 20 Haul Truck (HT) dan 1 dozer juga harus berhenti beroperasi. Sedangkan untuk HT Cat 793 jika berhenti beroperasi selama sejam diperkirakan akan memnyebabkan kerugian sebesar US$ 160.

VIII. Penutup
• Pengelolaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik oleh pemerintah maupun oleh perusahaan.
• Pengawasan K3 dan keselamatan operasi pertambangan dilakukan dalam rangka PREVENTION dan ASSURANCE, meliputi :
a. Tingkat kepatuhan dan pentaatan terhadap peraturan
b. Pencapaian target dari rencana kerja yang telah disusun
c. Mengetahui sejak dini bila terjadi penyimpangan baik berdasarkan ketentuan/peraturan maupun rencana kerja
d. Dapat segera melakukan koreksi bila terjadi perubahan rencana kerja atau perubahan kebijakan Pemerintah
• Pembinaan K3 pertambangan dilakukan secara menyeluruh baik kepada dinas ESDM Provinsi, Kabupaten/Kota maupun kepada pemegang IUP, IPK dan IUPK. Pembinaan terhadap inspektur tambang dilakukan baik pada pra jabatan IT maupun dalam jabatan IT.
• Dalam rangka menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif maka diperlukan penerapan Sistem Manajemen K3 yang terintegrasi secara menyeluruh dengan system manajemen perusahaan.
• Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Risiko yang besar tersebut harus dikelola dan dikendalikan agar terhindar dari kecelakaan, penyakit akibat kerja, kejadian berbahaya, atau terhentinya proses operasional yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar.